Sunday 29 June 2014

BANTUAN LANGSUNG TUNAI KEPADA RAKYAT MISKIN




BANTUAN Langsung Tunai (BLT) merupakan salah satu program Pemerintahan SBY untuk meringankan beban hidup masyarakat miskin dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Kebijakan ini merupakan program subsidi pemerintah setelah kenaikan harga Bahan Bakar Minyak tahun lalu. Kenaikan BMM diambil sebagai bentuk penyelamatan anggaran Negara akibat naiknya harga minyak dunia saat itu.
Tetapi meski BBM sudah diturunkan dua kali dalam satu bulan pada Desember 2008 lalu, program BLT tetap dilanjutkan hingga tuntas. Ini menujukkan pemerintahan SBY sangat peka dalam peningkatan kesejahteraan rakyat. Tidak heran memang jika SBY selalu disambut dan dielu-elukan dalam setiap kunjungan kerja ke daerah yang juga tercermin dalam popularitasnya yang menempati tokoh paling popular di setiap survei.
Pada tahun 2008, program BLT disalurkan ke dalam dua tahap. Tahap pertama pada Juni – Agustus diberikan Rp 300 ribu.  Untuk tahap kedua Rp 400 ribu untuk September-Desember 2008. Sementara pada tahun 2009, hanya akan diberikan untuk bulan Januari dan Februari.
Dalam pelaksanaanya, penyaluran tahap kedua BLT terealisasi ke sekitar Rp 18. 731.566 jiwa dengan dana yang sudah dialokasikan sekitar 12 triliun atau  98.62 %. Sementara itu, pada tahap pertama penyerapan BLT secara nasional 18.793.773.



TEKNIS PENYALUAN BLT di Indonesia

Tahapan pelaksanaan program bantuan langsung tunai di Indonesia umumnya dimulai dari sosialisasi, verifikasi data nama nominasi Rumah Tangga Sasaran (RTS) yang akan diberikan bantuan, pembagian kartu BLT, pencairan dana, dan terakhir pembuatan laporan dan evaluasi. Mekanisme pembagian BLT yang terstruktur baru diberlakukan pada tahun 2008, dan mekanisme ini tetap digunakan pada tahun 2013. Tetapi di tahun 2013 penyelenggaran BLT tidak lagi menggunakan kartu, melainkan langsung dengan kartu penerima beras miskin (raskin). Rincian kerja dan mekanisme BLT adalah:
  1. Sosialisasi dilaksanakan oleh Departemen Komunikasi dan Informatika dan Departemen Sosial bersama dengan elemen masyarakat lainnya seperti kepala pemerintah di daerah-daerah, lembaga sosial kemasyarakatan, dan tokoh-tokoh masyarakat.
  2. Setelah nama dan alamat para nominasi penerima BLT terdaftar, selanjutnya data dikirimkan ke PT Pos Indonesia untuk diproses .
  3. Selesai diproses, kartu penerima BLT dicetak dengan tandatangan dari Menteri Keuangan. Selanjutnya kartu-kartu tersebut dikirim kembali ke kantor kelurahan masing-masing untuk dicek, setelah itu baru dibagikan.
  4. Kartu yang telah dimiliki dapat digunakan untuk meminta pencairan dana BLT di Kantor Pos atau di tempat-tempat tertentu sesuai jadwal masing-masing. Jika kartu BLT hilang atau data tidak sesuai, warga tetap bisa meminta dengan bukti berupa identitas diri seperti Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin Mengemudi, atau Surat Keterangan dari Kelurahan. Tetapi kartu asli tanda terima BLT tetap tidak bisa diganti.
  5. Terakhir, BLT yang telah berjalan tiap bulannya akan dievaluasi dan diperiksa oleh tim khusus dan hasil laporannya dikirim ke Departemen Sosial.

Kontroversi program BLT di Indonesia

Selama penyelenggaraannya, banyak kontroversi berkembang terkait program BLT dari tahun ke tahun. Kontroversi tersebut berkembang dengan beragam anggapan seperti program BLT sebagai alat pendongkrak popularitas jelang pemilu, pembodohan bangsa, dan penambah beban dengan hutang. Konflik yang berjalan pun berkembang menjadi protes dengan demo dari masyarakat, atau perdebatan di kalangan para politikus.

1.      BLT sebagai alat pendongkrak popularitas

Kecurigaan bahwa BLT sebagai alat penarik simpati berkembang karena pemberian BLT selalu bertepatan dengan masa-masa pemilihan umum. Beberapa akademisi maupun kritikus menganggap program BLT yang diselenggarakan presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah semata-mata demi meningkatkan popularitas partainya yang sedang menurun. Kecurigaan tersebut diucapkan pada sebuah seminar diskusi di Universitas Gadjah Mada:
Kemungkinan besar SBY akan mereplikasi program tersebut untuk dijalankan lagi menjelang pemilu 2014. Replikasi yang dilakukan bisa dalam bentuk BLT ataupun program sosial populis lainnya guna menaikkan popularitas dan memobilisasi pemilih dalam waktu singkat
—Mulyadi Sumarto, Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, Universitas Gadjah Mada.
Sebelumnya BLT dianggap sukses pada tahun 2005 tepat setelah SBY dilantik menjadi presiden, lalu diwujudkan kembali di tahun 2009 di saat musim pemilihan presiden. Hingga di tahun 2013, kecurigaan kembali menguat ketika program BLT kembali digelontorkan tepat menjelang musim pemilu. Hal ini sama seperti pada tahun 2009, hanya saja program tersebut berganti nama menjadi Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Para pengamat pun mengatakan, program BLT sebenarnya tidak diperlukan sebagai kompensasi jelang kenaikan harga BBM, karena masyarakat Indonesia tidak terkena imbas berupa kesulitan ekonomi pasca kenaikan BBM. Program BLT juga disinyalir rawan manipulasi politik dalam hal pengelolaannya. Strategi manipulasi itu mencakup jangka waktu distribusi, jumlah penerima, metode pembagian bantuan, serta landasan hukum yang menyertainya.


2.      Dana BLT dari hutang

Temuan paling kontroversial adalah ketika Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Anwar Nasution, membeberkan bahwa uang yang diperoleh untuk program BLT ternyata berasal dari hutang. Hal itu dibuktikan oleh International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) ketika melakukan penelusuran pada dokumen-dokumen perjanjian hutang. Mereka juga menemukan bahwa program BLT adalah salah satu program kebijakan yang didesain oleh Bank Dunia dan didukung oleh Asian Development Bank (ADB), dan Jepang. Komentarnya mengenai program BLT dan hutang adalah:
Langsung atau tidak langsung memang benar BLT adalah hutang. Hanya saja yang jadi pokoknya sekarang bukan asalnya melainkan pemanfaatannya
—Anwar Nasution, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Meski begitu, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Aburizal Bakrie mengatakan tidak semua pembiayaan BLT menggunakan hutang. Lalu, menteri keuangan Sri Mulyani membantah segala tuduhan tersebut. Katanya, program BLT bukan dari hutang, melainkan dari kompensasi kenaikan harga BBM. Sumber pendanaan biaya ini telah berjalan sejak tahun 2005 lalu. Dan, menurutnya, dewan pemeriksa keuangan telah salah memahami laporan keuangan yang diberikan oleh pemerintah mengenai sumber keuangan BLT.

3.      Program BLT tidak mendidik

Selain itu, beberapa pihak mengatakan program BLT juga dianggap sebagai program pembodohan masyarakat yang merubah mental bangsa menjadi pemalas, peminta-minta, dan manja.
"Program BLT mendidik mental masyarakat menjadi pengemis,"
—Muhammad Arwani Thomafi, ketua DPP PPP. 1 Maret 2014.
Uang yang diberikan dari program tersebut juga dapat disalahgunakan oleh rakyatnya sendiri, seperti membeli rokok, minum-minuman, atau hal-hal yang melanggar tujuan utama dari program BLT.

Manfaat dan Kesuksesan program BLT di Indonesia

Meskipun program BLT di Indonesia sering dinilai memiliki banyak kelemahan, beberapa lembaga masih mengklaim program tersebut sukses. Bank Dunia melaporkan, Indonesia termasuk Negara yang paling sukses menyelenggarakan bantuan berjenis langsung tunai kepada masyarakat miskin dibandingkan Negara lain. Hal ini mereka buktikan dengan laporan triwulanan ketiga di tahun 2010. Dalam laporan itu mereka berkomentar pemerintah Indonesia berhasil menyalurkan kepada sepertiga rumah tangga di Indonesia hanya dalam waktu kurang dari 5 bulan.Penyaluran ke keluarga sasaran di Indonesia juga dinilai tepat waktu oleh Bank Dunia, dan hal itu berdampak positif pada pembangunan masyarakat dan menjadi insentif bagi yang tidak produktif.
Selain itu, Menteri Sosial, Bachtiar Hamzah juga menyatakan keberhasilan program BLT sebagai salah satu program yang bertujuan menurunkan jumlah warga miskin. Hal itu dia buktikan dengan bukti bahwa pada tahun 2007 warga miskin berjumlah 37 juta, namun berkurang di tahun 2008 menjadi 35 juga warga miskin. Paskah Suzetta, kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), juga memuji keberhasilan program BLT. Menurutnya BLT dapat menjaga daya beli masyarakat dan melepas keterpurukan.
Jenis lain dari BLT, Program Keluarga Harapan (PKH), juga diklaim berhasil memenuhi target penyaluran yang mencapai 1,5 juta penerima. Karena sasaran utama dari program ini adalah kaum ibu, program ini menjadi program yang tidak hanya menekan angka kemiskinan, tetapi juga memberdayakan kaum perempuan. Karena kesuksesan tersebut, Program PKH yang telah berjalan sejak 2007 tahun itu tetap dilanjutkan hingga tahun 2014.

Kelemahan program BLT di Indonesia

Meskipun program BLT di Indonesia telah banyak dinilai sukses oleh beberapa tokoh, tidak sedikit kritik dan penilaian kurang memuaskan dari beberapa kalangan dari segi teknisnya. Hal yang menyangkut teknis tersebut adalah pertama, pembagian tidak merata disebabkan data yang digunakan adalah data lama. Contoh kasusnya adalah kasus pemberian dana BLT di tahun 2008 yang tidak merata dan salah sasaran karena data yang digunakan adalah data warga miskin tahun 2005. Kedua, program BLT kerap kali menciptakan peluang korupsi, dengan jalan pemotongan dana bantuan dengan beragam cara. Contohnya penyunatan dana BLT di Pekalongan Jawa Tengah yang dilakukan oleh kelurahan sekitar dengan alasan pemerataan untuk keluarga yang tidak mendapatkan BLT. Ketiga, kurangnya koordinasi  antara pemerintah pusat dengan para pengurus tingkat daerah. Buktinya adalah kota Manado Sulawesi Utara dan Kotabaru Kalimantan belum mendapat BLT karena PT Pos Indonesia belum mendapatkan pesan dari presiden. Keempat, jumlah nominal insentif BLT sama sekali tidak memiliki pengaruh signifikan bagi kesulitan yang dihadapi warga miskin.Uang 100 ribu per bulan sama sekali tidak memenuhi kebutuhan harian, padahal harga sembako naik.Yang kelima, program BLT disinyalir memicu konflik sosial di tengah masyarakat.Contohnya, di Cirebon terdapat ratusan kepala desa yang menolak kebijakan pemberian BLT sebagai kompensasi kenaikan BBM.

Sumber :